Ayat-ayat Al-Quran

Hadis Rasulullah s.a.w

Ramadhan 28:Kisah sahabat (Abu Ayyub)  

Friday, September 18, 2009

Assalamualaikum...sahabat blog sekalian..arinih aku terpaksa menulis secara carry forward memandangkan aku akan bercuti panjang sempena hari raya...aku khuatir sekirnya perkongsian ilmu aku bersama kalian belum cukup..and aku khuatir kerana kesibukan Hari Raya nanti, aku tidak punya waktu...oleh itu, aku ingin kongsikan seberapa banyak yg boleh atau sekurang2nya mencukupi entri Ramadhan ini...kisah para sahabat, antara kisah yg meruntun jiwa aku selain kisah peribadi Rasulullah s.a.w. Ketabahan,kecekalan, keberanian dan kekuatan cinta mereka cukup mengagumkan..bahkan aku teringat salah satu kata2 Musyrikin Mekah sewaktu pengikut Rasulullah s.a.w semakin bertambah..."Jika Muhammad mengarahkan mereka mengalih Gunung Uhud, pasti mereka mengalihkan nya tanpa rasa ragu"...begitulah antara kekuatan cinta para sahabat dan sezaman dgn Rasulullah s.a.w terhadap Allah s.w.t dan RasulNya..sedikit pun tiada ragu, malah dituruti dgn penuh yakin dan cinta...inilah yg dikatakan cinta sejati yg mana sanggup berkorban apa sahaja tanpa memikirkan diri sendiri...baiklah sahabat blog sekalian,layankan kisah Abu Ayyub al-Ansyari...

-------------------------------------------------------------------------------------------------


Sesungguhnya, betapa mulia catatan sejarah hidupnya. Terpancarlah keutamaan di atas rumah Khalid Ibn Sa’id yang dijuluki sebagai Abu Ayyub itu. Unta Nabi SAW duduk berhenti di hadapan rumahnya. Hal ini membuat semua orang mengarahkan pandangan mata kepadanya. Bukan saja orang Ansar, tetapi seluruh penduduk Madinah. Kehormatan semacam itu amat diharapkan oleh setiap orang Ansar yang dilaluinya.
Mereka berdiri di depan rumahnya masing-masing selama beberapa saat, menunggu lalunya Rasulullah SAW. Mereka semua ingin mengajak baginda agar mahu berkunjung ke rumahnya. Namun setiap kali Nabi SAW lalu di hadapan rumah kaum Ansar, tuan rumahnya berdiri di hadapan unta Nabi sambil memegangi kekangnya seraya berkata kepada Nabi SAW: “Ya Rasulullah, singgahlah sejenak ke rumah kami. Sedemikian jauh Rasulullah menolaknya, baginda berkata sambil memberi isyarat kepada untanya: “Biarkan ia meneruskan perjalanannya. Sebenarnya ia telah diperintahkan demikian.”
Sampai Rasulullah tiba di salah satu rumah bapa saudara baignda (dari pihak ibu), ia menjawab dengan ungkapan seperti di atas saat mereka berusaha menghentikan kekang untanya. Setelah orang-orang melepaskan kendali unta agar boleh melanjutkan perjalanan sendiri, dan Rasulullah SAW juga begitu, unta tadi berjalan sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Akhirnya sampailah ia ke rumah Malik Ibn Al-Najjar. Unta tadi berhenti sebentar lalu berdiri dan berjalan lagi beberapa langkah, lantas untuk yang kedua kalinya berhenti di depan rumah Abu Ayyub Al-Ansari, lekuk lehernya menempel di tanah dan mengeluarkan suara tanpa membuka mulutnya.
Nampak sikap kaum Ansar iri terhadap Abu Ayyub yang membawa tali kekang unta Rasulullah, masuk ke rumahnya yang tersusun dua tingkat. Abu Ayyub berserta keluarganya pindah ke lantai atas, sedang Rasulullah SAW di lantai bawah. Hal ini dilakukannya kerana khuatir menyusahkan Rasulullah SAW, sebab ia bemaksud menghindarkan beratnya naik-turun tangga.
Rasulullah SAW terus tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari selama 7 bulan. Selama itu Abu Ayyub membuatkan makanan Nabi dan menghantarkan kepadanya. Ia selalu menunggu selesainya Nabi makan, kemudian ia dan isterinya memakan sisa makanan baginda SAW kerana mengharapkan berkah darinya.
Suatu petang Abu Ayyub menghantar makanannya kepada Nabi. Makanan tersebut mengandungi bawang merah dan bawang putih. Ternyata Rasulullah tidak memakannya sedikit pun. Ketika Abu Ayyub melihat makanan tersebut tidak berkurang sedikit pun, ia segera turun menjumpai Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya Rasulullah, demi ayah dan ibumu, aku tidak melihat bekas tanganmu dari makanan malam yang aku sediakan kepadamu.
Padahal jika engkau makan makanan itu, kami selalu makan makanan sisamu demi mengharapkan berkah darimu.” Jawab Nabi: “Aku jumpai dalam makanan itu sejenis tumbuh-tumbuhan (bawang merah dan bawang putih), padahal Jibril memberitahukan hal itu agar aku hindari. Adapun bagimu, maka boleh engkau memakannya.” Selanjutnya Abu Ayyub berkata: “Makanan itu lalu kami makan, kemudian kami tidak pernah membuatkan makanan kepada Nabi yang mengandung bawang merah dan bawang putih.”
Setelah agak lama Rasulullah SAW menggunakan waktunya untuk tinggal di rumah Abu Ayyub Al-Ansari, ia memutuskan untuk membangun masjid dan membangun beberapa rumah bagi para umahat al-muslimin di sekitarnya. Seluruh kaum muslimin ikut membantu bekerja membangun masjid tersebut. Setelah selesai, Rasulullah SAW pindah ke tempatnya yang baru di sekitar masjid.
Berbagai peristiwa berlalu begitu cepat, sedang kaum Quraisy berupaya terlibat dalam peperangan dengan kaum muslimin. Sekarang kaum muslimin makin siap berjuang menghadapi kaum musyrik dan kafir, sehingga kalimat Allah mencapai kedudukan yang tinggi dan kalimat orang-orang kafir menjadi rendah.
Peperangan terjadi silih berganti. Abu Ayyub ikut serta dalam pertempuran tersebut, tidak ketinggalan satu peperangan pun. Ia tidak pernah tinggal diam dalam berjuang fi sabilillah. Bahkan ia berjuang bersama Rasulullah SAW sebagaimana jihadnya orang yang mencari mati syahid. Ia tidak takut mati. Jihadnya penuh semangat untuk berjumpa kepada Allah.
Di samping Abu Ayyub merupakan pahlawan perang di masa Rasulullah SAW, ia juga seorang pejuang di masa Khulafaur Rasyidin. Ia ikut dalam perang melawan orang-orang murtad, membunuh para musuh Allah dan musuh agama Islam. Ia hidup membela kehormatan Islam. Dalam tiap peristiwa pertempuran ia selalu maju ke barisan depan.
Ketika muncul fitnah antara Saidina Ali ra. dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan, Abu Ayyub tanpa ragu-ragu bergabung dalam barisan Ali. Sebab ia tahu bahawa Ali ada di pihak yang benar. Dengan perbuatannya itu, Abu Ayyub berjuang di pihak Ali karramallahu wajhahu, sampai Ali ra. mati syahid.
Abu Ayyub tetap ikut berjuang, tidak ketinggalan ikut bertempur bersama kaum muslimin lainnya sampai terjadi perang Konstantinopel. Ia menerjang barisan musuh hingga badannya penuh luka pedang dan merasakan bahawa ajalnya telah dekat. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya: “Aku ingin jasadku dikubur di tengah medan pertempuran atau yang dekat dengannya, sehingga rohku bergerak di atas medan tempur, dan di akhirat nanti aku mendengar derap kaki kuda dan gemerincingnya pedang.”
Ia menginginkan kehidupan akhiratnya dalam keadaan berjihad sebagaimana semasa hidupnya di dunia. Pada saat keadaannya sudah kritikal. ia merasa sakit akibat luka. Ia masih bersemangat untuk mengibarkan bendera Islam dan mengharap agar memperoleh kemenangan.
Setelah ia meninggal dunia, kaum muslimin melaksanakan kehendaknya. Mereka menguburnya di dekat medan pertempuran agar jiwanya sentiasa dapat menghirup bau jihad dan bersenang-senang di alam akhirat kerana memperoleh pertolongan Allah.

AddThis Social Bookmark Button

Email this post


 

Design by Amanda @ Blogger Buster